Minggu, 07 Agustus 2011

Polisi sudah Mulai Tidak Lagi Memiliki

Seiring dengan mulai dihidupkannya kembali Kesultanan Kutai, tampaknya pada Ibukota kekuatan Republik Indonesia (RI) mulai mampu kita ragukan. Hal inilah yang mungkin membuat daerah mulai berani menghidupkan sistem feodal walau pun Susilo Bambang Yudhoyono sedang hendak menghapuskan hak istimewa Yogyakarta. Sistem Monarkhi yang pada dalam Republik yang dianggap kurang tepat tampaknya harus menghadapi masalah baru dengan dihidupkannya lagi Kesultanan Kutai.


Kurangnya kekuatan polisi mungkin mampu dilihat tidak hanya pada jalan-jalan kecil. Pada jalan sekaliber Jl. Jendral Sudirman Jakarta pun kadang polisi tidak mampu menerapkan peraturan lalu lintas yang mungkin polisi berlagak tidak ada pada saat ada pelanggaran jika tidak karena ditipu supaya pergi. Pada jalan-jalan besar pun seperti umpama pada daerah mampang prapatan, pelanggaran lalu lintas seakan tidak lagi mampu dibendung polisi. Pada saat itu polisi sudah tidak ada atau sengaja tidak ada karena perbandingan kekuatan yang tidak seimbang.

Jika nanti polisi menjadi makin tidak lagi mampu mengendalikan kondisi maka dikhawatirkan nanti mungkin saja makin banyak daerah yang hendak menghidupkan lagi kehidupan feodal. Dikhawatirkan nanti Indonesia menjadi negara federal seperti Malaysia. Nanti mungkin ada raja-raja kecil jika nanti pusat makin tidak lagi mampu mengendalikan kondisi.


Jika perpecahan ini makin menjadi-jadi maka akankah Indonesia berubah menjadi negara-negara kecil atau mungkin nanti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi ibarat Pu Yi yang hanya menjadi kaisar boneka? Mungkinkah nanti SBY menjadi presiden boneka saja? Mungkinkah nanti ada pihak lain selain Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang memiliki hak veto yang mampu membatalkan hukum yang dibuat oleh MPR atau pun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)?

Sabtu, 06 Agustus 2011

Akankah Terjadi Pirate SunSet?

Saat ini jika kita hendak cermat mungkin Republik Indonesia mampu kita tuliskan mengalami kemunduran. Hal ini tampak lewat usaha Susilo Bambang Yudhoyono memilih gubernur Yogyakarta secara pilkada saat ini malah menghadapi bangkitnya Kesultanan Kutai. Walau tidak secara terang-terangan mengumumkan pelepasan diri dari negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tampaknya ini mungkin mampu dituliskan suatu tahap mundur karena daerah mulai berani lagi menghidupkan sistem feodal yang sudah lama digantikan sistem republik.

Sebenarnya, jika kita hendak jujur maka mungkin lebih unggul jika pada saat kita diminta supaya menjadi patriot, walaupun kita tidak melepaskan diri maka kita menanyakan, "Wanne piro?"  Ini karena kita tidak mungkin menjaga negara jika perut kita tidak kenyang. Kita tidak mungkin menjaga negara jika kita tidak makmur dahulu. Kita tidak mungkin menjaga negara Republik Indonesia (RI) jika negara tidak membayar kita US$ 10000 juta milyar triliun/detik.

 Jika pun kita hendak menjaga negara RI dengan dibayar murah maka apa untung membuat hal itu untuk kita? Tidakkah nantinya jika RI sudah banyak yang membela mungkin saja nanti nasib kita mirip para veteran yang ibarat habis manis sepah dibuang dengan diusir begitu saja? Kita pastinya tahu bagaimana nasib para janda yang saat itu hendak membeli milik negara namun hendak ditangkap. Membeli salahkah?

Jika kita menjadi miskin karena kita menjadi tidak mampu mendapatkan uang cukup akibat kita tidak mengabdi RI maka so what gitu lho? Mengapa harus kita yang menjadi lilin dan mengorbankan diri kita? Mengapa tidak manusia lain yang mengorbankan dirinya untuk kita? Mengapa negara tidak dibuat butuh saja dengan kita tidak bayar pajak jika dibandingkan kita membela negara?

Jika kita mengatakan bahwa jika kita tidak sudi mengabdi RI maka jika kita melihat fakta bahwa Kesultanan Kutai hendak dihidupkan lagi maka kita mampu mengambil kesimpulan bahwa RI sudah makin lemah dan mungkin akan semakin butuh laskar. Arogansi RI tidak menjual murah bahan bakar minyak (BBM) sudah mulai tampak dari mulainya daerah mencoba tindak menghidupkan lagi sistem feodal. Ini artinya jika RI makin tidak sudi jual murah dan tidak mampu mendapatkan sumber daya cukup ditambah banyaknya hutang yang hingga 1900 triliun mungkin membuat RI menjadi kurang ada daya. Mampukah RI pada masa datang memadamkan pemberontakan?